
Mungkin Anda masih merasa bingung bagaimana cara menghitung PPN masukan dan keluaran. Untuk membantu Anda, simak ulasan berikut ini mengenai contoh perhitungan PPN masukan dan keluaran.
Pengertian PPN Masukan dan Keluaran
PPN masukan dan keluaran merupakan dua istilah yang dikenal dalam jenis pajak PPN. Fungsinya untuk menghitung seberapa besar PPN yang perlu wajib pajak setorkan ke pemerintah.
PPN masukan merupakan pajak yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pembelian atas Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). Sedangkan PPN keluaran merupakan pajak yang dikenakan saat PKP melakukan penjualan terhadap BKP/JKP.
Secara sederhana penghitungan PPN masukan dan keluaran itu ketika PKP mengkreditkan/mengurangkan pajak masukan dalam satu masa pajak dengan PPN keluaran dalam masa pajak yang sama.
Jika dalam suatu masa pajak PPN keluaran ternyata lebih besar, maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan kepada negara. Namun, jika yang kelebihan adalah PPN masukannya, maka PKP bisa mendapatkan kompensasi di masa pajak selanjutnya atau PKP bisa mengajukan restitusi pajak.
Baca Juga: Langkah-Langkah Membuat Draft Faktur Pajak di OnlinePajak, Simak Selengkapnya!
Contoh Penghitungan PPN Keluaran
Pengusaha yang sudah PKP menjual laptop sebanyak 20 unit dengan harga satuannya sebesar Rp5.000.000. Tentukan besar PPN keluarannya!
Harga 1 laptop: Rp5.000.000
PKP menjual sebanyak 20 unit = 20 x Rp5.000.000 = Rp100.000.000
Maka PPN-nya: Rp100.000.000 x 10% (tarif PPN) = Rp10.000.000
Jadi, PPN sebesar Rp10.000.000 merupakan PPN Keluaran PKP yang menyerahkan atau menjual BKP dalam bentuk laptop tersebut.
Contoh Penghitungan/Pengkreditan PPN Masukan
Untuk menemukan PPN terutang yang harus Anda setorkan ke kas negara, sebelumnya Anda harus melakukan pengurangan antara PPN keluaran dan masukan yang dapat dikreditkan. Hasil dari pengurangan tersebutlah yang harus disetorkan oleh PKP ke kas negara.
Meski pajak masukan ini dapat dikreditkan, namun ada batasan waktu pajak masukan bisa dikreditkan. Pajak masukan dapat dikreditkan dengan PPN keluaran pada masa pajak yang sama. Dapat pula dikreditkan pada masa pajak berikutnya, namun selambat-lambatnya dalam waktu 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak.
Agar Anda bisa lebih memahami mekanisme pengkreditan pajak masukan, mari simak contohnya sebagai berikut:
Pengusaha yang sudah PKP dalam masa pajak Februari 2016 memiliki komposisi PPN sebagai berikut ini:
Atas penyerahan BKP, PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp100.000.000. Sedangkan pajak masukannya sebesar Rp90.000.000.
Maka PPN keluaran – pajak masukan = Rp100.000.000 – Rp90.000.000 = Rp10.000.000 (PPN kurang bayar).
– Pada masa pajak Maret 2016
PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp110.000.000
Sedangkan pajak masukannya sebesar Rp130.000.000
Maka, PPN keluaran – pajak masukan = – Rp20.000.000 (kelebihan PPN)
– Pada masa pajak April 2016
PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp110.000.000
Sedangkan pajak masukannya sebesar Rp90.000.000
Maka, PPN keuaran – pajak masukan = Rp20.000.000 (PPN kurang bayar)
PPN kurang bayar sebesar Rp20.000.000
Kelebihan bayar pada bulan Rp20.000.000
Jadi PPN masa April Rp0 atau nihil.
Baik PPN keluaran dan masukan yang dilakukan oleh PKP ini wajib dituangkan dalam faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP.
