Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 03/PJ.31/2004

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai pelaksanaan ketentuan kompensasi kerugian fiskal dalam penghitungan Pajak Penghasilan, dengan ini perlu disampaikan penegasan sebagai berikut :

  1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), antara lain diatur :

    1. Pasal 12 ayat (1), Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak;
      Pasal 12 ayat (2), Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      Pasal 12 ayat (3), Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya.

    2. Pasal 13 ayat (1), Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut :
      1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
      2. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
      3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen);
      4. Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
    3. Pasal 15 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak, yang terutang.

  2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh), antara lain diatur :
    Pasal 6 ayat (2), Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

  3. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.7/2003 tanggal 1 April 2003 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak, pemeriksaan terhadap SPT Tahunan yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar termasuk dalam kriteria Pemeriksaan Rutin yaitu pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sesuai dengan SPT Tahunannya.

  4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, bersama ini ditegaskan bahwa :
    1. Berdasarkan sistem self assessment yang dianut dalam Undang-undang Perpajakan khususnya Undang-undang Pajak Penghasilan, penetapan pajak pada tingkat pertama dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri melalui penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT);
    2. Penerbitan ketetapan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak hanya dilakukan apabila terdapat fakta tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (3), Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) UU KUP. Dengan demikian apabila Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan formal maupun ketentuan material Undang-undang Perpajakan, maka Direktur Jenderal Pajak tidak perlu menerbitkan ketetapan pajak. Demikian pula apabila Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan ketetapan pajak, maka Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak merupakan ketetapan pajak berdasarkan Undang-undang Perpajakan;
    3. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan ketentuan kompensasi kerugian fiskal dalam penghitungan Pajak Penghasilan sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU PPh, yang dimaksud dengan kerugian fiskal adalah kerugian fiskal berdasarkan ketetapan pajak yang telah diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak maupun kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan Wajib Pajak (self assessment) dalam hal tidak ada atau belum diterbitkan ketetapan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak;
    4. Dilakukannya pemeriksaan pajak terhadap SPT Tahunan yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar maupun Rugi Lebih Bayar tidak meniadakan hak kompensasi kerugian fiskal Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU PPh jo. ketentuan Pasal 12 UU KUP tersebut di atas. Namun apabila kemudian ternyata berdasarkan ketetapan pajak hasil pemeriksaan menunjukkan jumlah kerugian fiskal yang berbeda dari SPT Tahunan atau menjadi tidak rugi, maka kompensasi kerugian fiskal menurut SPT Tahunan tersebut harus segera dibetulkan sesuai dengan ketentuan dan prosedur sebagaimana diatur dalam UU KUP.
    5. Kerugian fiskal dari penghasilan yang bersumber di luar negeri hanya dapat dikompensasikan dengan penghasilan dari sumber yang sama di luar negeri;
    6. Kerugian fiskal dari penghasilan yang dikenakan PPh final atau penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan umum.

Demikian penegasan ini untuk diketahui dan disebarluaskan di jajaran kantor masing-masing, serta dilaksanakan secara konsisten sebagaimana mestinya.

Direktur Jenderal,

ttd

Hadi Poernomo
NIP 060027375

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 03/PJ.31/2004