Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 49/PJ.5/1989

Selama ini terdapat ketidak seragaman penafsiran dalam pelaksanaan Undang-Undang PPN 1984 terhadap lateks pekat (room/cream latex) dan centrifuged latex sebagai Barang Kena Pajak atau Bukan Barang Kena Pajak. Hal itu tercermin dalam 2 (dua) buah surat Direktur Pajak Tidak Langsung (terlampir) yang menafsirkan secara berbeda masalah PPN atas lateks tersebut, yaitu :

  1. Surat Nomor S-521/PJ.3/1985 tanggal 23 Maret 1985 yang menyatakan room latex atau lateks pekat sebagai bukan Barang kena Pajak;
  2. Surat Nomor S-1830/PJ.32/1986 tanggal 19 Agustus 1986 yang menyatakan room latex dan skim sebagai Barang Kena Pajak;

Sehubungan dengan hal itu, agar terdapat kepastian hukum dan kesamaan penafsiran dalam pengenaan PPN atas lateks pekat (room/cream latex) dan centrifuged latex, bersama ini diberikan penegasan sebagai berikut :

  1. Surat Direktur Pajak Tidak Langsung pada huruf a tersebut diatas yang menyatakan bahwa lateks pekat (room/cream latex) dan centrifuged latex bukan Barang Kena Pajak belum dikaitkan dengan Pasal 1 huruf m yang ditafsirkan secara menyeluruh berdasar Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 dan juga belum memperhatikan secara seksama proses pengolahan lateks kebun menjadi lateks pekat (room/cream latex) dan centrifuged latex.

  2. Dengan keluarnya surat Direktur Pajak Tidak Langsung seperti tersebut pada huruf b diatas yang tembusannya disampaikan kepada para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan KIP seluruh Indonesia, maka secara hukum sebenarnya surat Direktur PTL seperti tersebut pada butir a diatas dengan sendirinya sudah tidak berlaku lagi, karena ketentuan baru yang sederajat dengan ketentuan lama yang mengatur masalah yang sama, kedudukan hukumnya adalah lebih kuat.

  3. Berdasarkan penjelasan rinci yang diperoleh kemudian dari pengusaha bidang lateks ternyata bahwa proses pembuatan lateks mentah menjadi room/cream lateks dan centrifuged latex telah melalui kegiatan pengolahan dan mencampur dengan bahan kimia dengan 3 (tiga) metoda yaitu mechanical/phisical, chemical concentration dan evaporation. Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c juncto Pasal 1 huruf m Undang-Undang PPN maka room/cream latex dan centrifuged latex adalah Barang Kena Pajak.

  4. Dengan keluarnya Surat Edaran ini, maka kedua surat Direktur Pajak Tidak Langsung tersebut pada huruf a dan b diatas dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal Surat Edaran ini.

  5. Pelaksanaan PPN atas lateks pekat (room/cream latex) dan centrifuged latex yang telah berjalan selama ini tidak perlu dipermasalahkan lagi dalam arti hak dan kewajiban PPN tetap diberikan sesuai dengan apa yang secara nyata telah dilakukan oleh pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak lateks tersebut sampai dengan tanggal Surat Edaran ini.

Demikian untuk dimaklumi.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

Drs. MAR’IE MUHAMMAD

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 49/PJ.5/1989